Pendahuluan
Dalam dunia yang semakin kompleks dan pluralistik, pertanyaan "Apa yang harus saya lakukan?" seringkali tidak memiliki jawaban yang sederhana. Bagi orang Kristen, etika bukanlah sekadar filsafat moral umum, tetapi sebuah kerangka yang bersumber dari wahyu Allah. Etika Kristen adalah refleksi sistematis tentang bagaimana manusia harus hidup berdasarkan identitas dan panggilannya sebagai citra Allah (imago Dei) yang telah ditebus oleh Kristus. Tujuan artikel ini adalah untuk merunut sumber-sumber otoritatif etika Kristen dan bagaimana sumber-sumber tersebut membentuk suatu cara hidup yang khas.
1. Landasan Etika dalam Perjanjian Lama: Hukum Taurat sebagai Anugerah
Banyak yang keliru memandang Hukum Taurat Perjanjian Lama sebagai beban yang menindas. Sebaliknya, dalam konteks Israel, Hukum diberikan setelah peristiwa pembebasan dari Mesir (Eksodus). Oleh karena itu, Hukum Taurat pertama-tama adalah anugerah—petunjuk dari Allah yang mengasihi umat-Nya tentang bagaimana menjalani kehidupan yang berkenan kepada-Nya dan membawa damai sejahtera.
Dasarnya adalah Sepuluh Perintah (Kel 20:1-17), yang dimulai dengan pernyataan, "Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir." Ini menegaskan bahwa etika Israel berakar pada relasi dengan Allah yang menyelamatkan. Perintah 1-4 mengatur relasi vertikal (manusia-Allah), sementara Perintah 5-10 mengatur relasi horizontal (manusia-sesama). Struktur ini menunjukkan bahwa kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Etika Perjanjian Lama mencapai puncaknya dalam perintah yang diajarkan Yesus sendiri: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Imamat 19:18).
2. Transformasi Etika dalam Perjanjian Baru: Teladan dan Pengajaran Yesus
Yesus Kristus tidak datang untuk meniadakan Hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya (Matius 5:17). Penggenapan ini terjadi dalam dua cara: pertama, melalui penekanan pada motivasi hati, dan kedua, melalui teladan hidup-Nya sendiri.
Dalam Khotbah di Bukit (Matius 5-7), Yesus mendalami makna Hukum Taurat. Bukan hanya pembunuhan yang salah, tetapi kemarahan yang membenci; bukan hanya perzinahan, tetapi lust di dalam hati. Standar etika Yesus adalah kesempurnaan Bapa di surga (Matius 5:48). Hal ini menggeser fokus etika dari legalisme eksternal menuju transformasi batiniah.
Lebih dari itu, Yesus sendiri adalah perwujudan etika tersebut. Hidup-Nya yang penuh pelayanan, kerendahan hati, dan pengampunan—yang berpuncak pada kematian-Nya di kayu salib—menjadi model tertinggi. Perintah baru-Nya, "Kasihilah seorang akan yang lain, seperti Aku telah mengasihi kamu" (Yohanes 13:34), menjadikan kasih-Nya yang rela berkorban sebagai standar baru bagi para pengikut-Nya.
3. Peran Roh Kudus dan Komunitas dalam Pembentukan Etika
Setelah kenaikan Yesus, etika Kristen tidak ditinggalkan sebagai suatu sistem yang kaku. Roh Kudus diberikan untuk memampukan orang percaya hidup sesuai dengan kehendak Allah. Surat-surat para rasul, khususnya surat Paulus, penuh dengan nasihat etis yang didasarkan pada karya Roh.
Paulus menyebut hasil karya Roh dalam hidup orang percaya sebagai "buah Roh", yaitu "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri" (Galatia 5:22-23). Ini bukan daftar kewajiban yang harus diusahakan dengan kekuatan sendiri, melainkan karakter yang secara alami dihasilkan oleh kehidupan yang dipimpin Roh.
Pembentukan karakter Kristiani ini juga terjadi dalam konteks komunitas, yaitu gereja. Sebagai "tubuh Kristus" (1 Korintus 12:27), gereja adalah ruang di mana orang saling menasihati, menguatkan, dan mempertanggungjawabkan kehidupan mereka dalam proses menjadi serupa dengan Kristus.
Kesimpulan
Etika Kristen bersumber dari narasi besar karya penyelamatan Allah dalam sejarah: penciptaan, kejatuhan, penebusan, dan pemulihan. Landasannya adalah karakter Allah yang kudus dan pengasih, yang dinyatakan dalam Hukum Taurat dan secara definitif dalam pribadi Yesus Kristus. Penerapannya bukan melalui kekuatan manusiawi, tetapi oleh kuasa Roh Kudus yang membentuk karakter ilahi dalam diri orang percaya dan diwujudnyatakan dalam komunitas iman. Dengan demikian, etika Kristen pada hakikatnya adalah respons syukur dan kasih atas anugerah yang telah diterima, sebuah panggilan untuk mencerminkan kemuliaan Sang Pemberi Etika itu sendiri dalam setiap aspek kehidupan.
Penulis: Budi Santosa (STT Tabernakel Indonesia)
Daftar Pustaka
Budiman, Chris. Etika Kristen: Pemahaman Dasar dan Penerapannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018.
Grenz, Stanley J. The Moral Quest: Foundations of Christian Ethics. Diterjemahkan oleh Liem Sien Bien. Surabaya: Momentum, 2003.
Guthrie, Shirley C. Christian Doctrine. Diterjemahkan oleh Christopher A. Dwi Laksana. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018.
Wright, Christopher J.H. Old Testament Ethics for the People of God. Leicester: Inter-Varsity Press, 2004.
Verhey, Allen. The Great Reversal: Ethics and the New Testament. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Company, 1984.
0 Komentar