Mengapa
Berharap?
Seseorang mulai berharap ketika kondisi yang
diinginkan belum terwujud. Mungkin ia ingin punya keluarga yang bahagia, tapi
faktanya tiap hari masih terjadi perselisihan – sehingga ia masih terus
berharap agar suatu hari nanti keluarganya akan mencapai kebahagiaan tersebut. Kondisi
kehidupan menjadi sulit dan membuat tertekan karena terjadi hal-hal yang tidak
diduga dan tidak diharapkan, seperti pandemi covid-19, sehingga kesejahteraan,
rutinitas hidup kita menjadi terganggu. Masalah-masalah mulai bermunculan
sebagai dampaknya – hal ini juga akan memicu kita untuk mengharapkan membaiknya
kondisi kehidupan.
Dalam hidup ini kita sebenarnya berada di
posisi sedang mencari perlindungan, baik perlindungan dari masalah-masalah yang
kita hadapi di dunia ini, maupun juga perlindungan dari kematian kekal (neraka)
yang telah menanti kita di akhir kehidupan ini (Ibr 6:18). Kita berharap agar
janji Allah mengenai bagian yang kekal dan tidak akan rusak yang telah Allah
disiapkan untuk umat-Nya, yaitu penggenapan sepenuhnya dari keselamatan yang
kita telah peroleh di dalam Kristus (Konsumasi - 1Ptr 1:3-4).
Apakah
Pengharapan itu?
Pengharapan bukan angan-angan atau mimpi di
siang bolong – sesuatu yang kita inginkan dengan tanpa dasar atau alasan.
Memang mungkin saja angan kita bisa menjadi kenyataan, karena tidak ada yang
tidak mungkin di dunia ini, tapi probabilitasnya sangat kecil sekali – bahkan
cenderung tidak mungkin. Seperti kita bermimpi ke planet mars, padahal saat ini
kita adalah seorang petani di desa kecil. Pengharapan memiliki dasar atau
alasan yang kuat bahwa hal itu akan terjadi, misalnya kita berharap mendapatkan
pekerjaan yang baik karena kita sudah belajar dan memiliki skill – hal ini
tentu sangat mungkin sekali terjadi.
Pengharapan
Kristen mengandung keselamatan (Ibr 6:9)
Keselamatan
yang kita terima di dalam Kristus membawa ke dalam suatu hidup yang penuh
dengan harapan (1 Ptr 1:3). Keselamatan ini bukan hanya tentang tempat di Sorga
yang akan kita terima setelah kita meninggal kelak, tapi juga tentang keselamatan
hidup kita di dunia ini. Mereka yang belum mengenal Tuhan Yesus menghabiskan
hidup mereka dalam keterikatan dengan dosa, mitos, kuasa gelap dan kebodohan.
Hidup yang mengenaskan, diliputi ketakutan, amarah dan jauh dari kebahagiaan
sejati. Di dalam Perjanjian Lama dicatat orang-orang yang mengorbankan
anak-anak mereka untuk dewa Molokh, betapa tragisnya hidup seperti itu. Kristus
menyelamatkan umat-Nya dari semua yang mengikat kita ke dalam kebodohan dan
ketidak-bahagiaan. Seorang pernah menyaksikan bagaimana pertobatannya kepada
Kristus menyelamatkannya dari perceraian. Kristus memperbarui cara pandangnya
dan memampukannya untuk melakukan hal-hal yang Allah kehendaki.
Pengharapan
Kristen dilandaskan pada keadilan Allah (Ibr 6:10)
Allah bukan pribadi yang curang, pengkhianat,
tidak setia atau tidak dapat diandalkan. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa
tidak ada satu pun perbuatan yang tidak akan mendapatkan balasan. Perbuatan
yang baik akan mendapatkan upahnya (Mat 10:41), perbuatan dosa akan mendapatkan
hukumannya (Kel 34:7, Yeh 7:4) –apa yang kita tabur itulah yang akan kita tuai.
Daya
Kekuatan dari Pengharapan
Viktor Frankl sebagai survivor Kamp
Nazi yang didera dengan berat selama sekitar 3 tahun menemukan bahwa makna
hidup merupakan dorongan yang sangat kuat bagi seseorang untuk dapat bertahan
dalam kehidupan walaupun dalam keadaan yang paling sulit sekalipun. (Pursuit of Happiness, Viktor Frankl: History of
happiness, https://www.pursuit-of-happiness.org/history-of-happiness/viktor-frankl/ , 2021) Ada kaitan yang erat antara
perilaku kriminal dengan mereka yang tidak menemukan makna hidup, karena mereka
akan mengisi kekosongan itu dengan berbagai tindakan kriminal. Sebaliknya
mereka yang memiliki pengharapan mempunyai simpanan kekuatan emosi untuk
menghadapi kesulitan hidup.
Makna
hidup anak-anak Tuhan hanya ditemukan di dalam Kristus, yang telah menebus dan
melahir-barukan kita. Melalui Kristus, status baru kita sebagai orang berdosa
diubahkan menjadi anak-anak Allah. Lembaran kelam kita telah digantikan dengan
lembaran hidup baru. Sebagai Israel rohani, kita menjadi milik Allah yang
berharga di mata-Nya (Yes 43:4). Hal ini seharusnya menjadi dorongan kuat bagi
kita untuk menjalani hidup ini dengan berbagai kesulitan dan tantangannya.
Sikap
Bersungguh-sungguh dalam Pengharapan
Bukan hal yang mudah untuk menantikan
penggenapan keselamatan pada saat Kristus datang di akhir jaman nanti.
Kesulitan, ancaman dan berbagai penderitaan bisa menghampiri kita. Namun Ibrani
6:11 telah mengingatkan agar kita bersikap sungguh-sungguh, tekun, antusias dan
dengan segenap hati terhadap janji penggenapan keselamatan tersebut. Bukan
dengan setengah hati mempercayai Tuhan lalu sambil mengandalkan kekuatan diri
atau hal-hal lain. Pengharapan akan
kemuliaan dan Sorga yang kita nantikan ini merupakan sesuatu yang kita yakini
dengan sepenuhnya, sehingga kita menantikan hal itu dengan gembira (1 Ptr 1:6).
Pengetahuan akan apa yang kita
percayai itu akan membentuk cara pandang kita dan mempengaruhi sikap, tindakan
dan tutur kata kita. Sikap ini kontras dengan sikap lamban (Ibr 6:12), yaitu
suatu sikap yang suam, malas, dan bodoh – seperti pisau yang tumpul, tidak ada
gunanya. Kita harus menuntut diri kita untuk lebih mengenal Tuhan, dan
memperkenalkan Tuhan kepada keluarga kita, orang-orang yang kita kasihi.
Sekalipun kondisi kita sekarang ini tidak
sesuai dengan apa yang kita harapkan, kita telah diajar untuk menyadari bahwa
ini hanya untuk sebentar saja. Dan ketika penderitaan dan kesulitan yang kita
alami di dunia ini dibandingkan dengan apa yang Allah sediakan bagi kita, maka
itu sangat kecil – tak sebanding dengan kemuliaan yang Allah telah sediakan
bagi kita di dalam kekekalan (2 Kor 4:17).
Sikap
bertekun sampai akhir dalam pengharapan (Ibr 6:11)
Orang yang Percaya kepada Allah pasti
akan setia sampai akhir pada-Nya, karena Allah sendiri yang memeliharanya dalam
kekuatan Allah yang luar biasa itu. Pengorbanan para martir dan perjuangan para
misionaris yang terus giat dan setia hingga titik akhir merupakan kesaksian
nyata bagaimana Pengharapan di dalam Kristus begitu luar biasa dahsyatnya.
Orang-orang yang dengan mudahnya meninggalkan Tuhan adalah orang yang
sesungguhnya tidak percaya kepada Tuhan. Tuhan tidak ada dalam hati mereka
sehingga mereka juga tidak berbuah. Bukan Tuhan yang tidak berkuasa menolong
seseorang, tetapi memang mereka tidak menyediakan diri mereka ditolong oleh
Tuhan, karena mereka tidak percaya kepada Tuhan.
Penderitaan dan kesulitan dalam hidup
bagaikan dapur api yang menguji emas hingga murni (1 Ptr 1:7, iman kita kepada
Tuhan juga perlu diuji kelayakannya untuk masuk ke dalam kerajaan sorga.
Melalui berbagai penderitaan itu kita dilucuti dari hal-hal yang masih menodai
iman kita kepada Tuhan, entah itu jabatan, harta, ambisi, berkat atau hal-hal
lain yang mencuri hati kita dari Tuhan.
Sikap
Meneladani Para Pahlawan Iman (Ibr 6:12)
Hidup dalam Pengharapan akan janji
Tuhan bukan hanya bagi kita hari ini, tetapi itu sudah dijalani oleh para
pahlawan iman yang sudah mendahului kita. Kesaksian hidup mereka yang tetap
setia dan percaya kepada Allah tanpa bergeming sedikit pun merupakan standar
hidup yang harus kita capai juga dalam hidup kita. Bagaimana Abraham di usia
senja setia menantikan penggenapan janji Allah untuk mendapatkan keturunan
sebanyak bintang di langit dan pasir di pantai. Bahkan hingga kematiannya pun
janji itu belum tergenapi, keturunannya hanya Ishak dan Ismael, namun hari ini
hal itu telah terjadi, Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya. Juga tentang
Yosua, Ruth, Yusuf dan Maria dan para tokoh iman lainnya.
Berhenti
Berharap?
Adakah kesulitan atau penderitaan
besar yang bisa menghentikan kita untuk berharap pada Allah? Matin Luther
pernah mengatakan sekalipun ia tahu bahwa besok dunia akan hancur, ia tetap
akan menanam pohon apelnya.( https://www.brainyquote.com/quotes/martin_luther_380369 ) Tentu ini bukan berbicara tentang hasil, karena jelas pohon apel
itu belum berbuah besok. Kalimat Luther menekankan kesetiaan pada panggilan
dalam hidup seseorang. Sebagai anak Tuhan kita dipanggil untuk melakukan
perbuatan baik (Ef 2:10, Yak 4:17). Dunia akan berubah dan hancur, namun Allah
yang memberi mandat pada kita tetap Kekal, dan Firman-Nya juga kekal. Jadi
tetaplah lakukan panggilan Tuhan dalam hidup kita, apa yang sudah Tuhan percayakan
kepada kita. Lakukan dengan setia.
Pengharapan
adalah Sauh yang Kuat dan Aman (Ibr 6:19-20)
Agar kapal yang berhenti tidak hanyut
perlu melabuhkan sauh ke dasar lautan. Walau pun tidak terlihat tapi sauh
itulah yang melindungi kapal tersebut dari terpaan angin kencang dan ombak yang
ganas. Ada sauh yang buruk, yang tak berfungsi dengan baik sehingga kapal tetap
hanyut, namun Alkitab menegaskan bahwa Pengharapan di dalam Kristus adalah sauh
yang kuat dan aman – iman kita akan terjaga karenanya. Dan sauh itu sudah
dilabuhkan sampai ke belakang tabir, yaitu ruang Maha Suci. Melalui
Kematian-Nya Kristus telah menghilangkan pemisah antara manusia dan Allah. Kita
dapat dengan leluasa mencari pertolongan Allah melalui Iman Besar Agung kita,
yaitu Yesus Kristus, yang selalu berada di sana.(TAS)
Penulis: Ev. Trivina Ambarsari Sutanto, S.E., M.Th.
Tempat Pelayanan: Dosen Teologi STTIAA di Mojokerto
.
0 Komentar