A. Istilah Alkitab untuk Pertobatan
Kata
yang dipakai untuk pertobatan di dalam Perjanjian Lama adalah nacham
dan shubh. Nacham yang
mengandung arti adanya perasaan yang dalam, baik perasaan menderita (bentuk niphal) atau perasaan terlepas (bentuk piel). Dalam bentuk
niphal kata ini berarti
menyesal, tergerak oleh belas kasihan,
atau untuk bertobat dari
perbuatan yang salah. Kata ini sering dipakai bagi Allah untuk mengindikasikan suatu perubahan atau kemungkinan perubahan
dalam rencana-rencana-Nya (Kej 6:6-7;
Kel 32:12, 14; Ul 32:36; Hakim 2:18). Tetapi
kata ini juga mendeskripsikan penyesalan atas dosa di dalam diri manusia
(Hakim 21:6; Ayub 42:6; Yer 8:6; 31:19).
Ayat dalam kitab Ayub ini menggambarkan
makna kedua "Dengan menyesal aku
duduk dalam debu dan abu."
Kata lain yang sering
dipakai dalam Perjanjian Lama adalah shubh, yang merupakan
kata yang paling umum untuk pertobatan berarti berbalik, berbalik kembali, atau kembali. Kata ini sering
dipakai dalam pengertian harafiah baik oleh Tuhan maupun oleh manusia, tetapi kata ini mendapatkan arti penting yang bersifat
religius atau etis. Kata ini menyatakan fakta bahwa pertobatan berarti perubahan dalam arah, dari jalan yang
salah ke arah yang benar. Pertobatan berarti
berbalik dari dosa (1 Raj 8:35), dari kesalahan (Ayub 36: 10), dari pelanggaran (Yes 59:20), dari kefasikan
(Yeh 3: 19) dan dari jalan yang jahat (Neh
9:35). Secara positif kata shubh berarti
berbalik kepada Allah, misalnya dalam Maleakhi
317b berbunyi “Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu, firman TUHAN semesta alam.”
Janji-janji yang kaya dikaitkan
dengan tindakan berbalik
kepada TUHAN ini. Ketika umat Allah melakukannya, Allah akan mendengarkan mereka dari surga, mengampuni dosa-dosa
mereka, dan memulihkan tanah mereka (2Taw
7: 14); TUHAN akan bermurah hati dan mengampuni mereka (Yes 55: 11).
Dua kata utama di dalam Perjanjian Baru untuk pertobatan adalah metanoia dan epistrepho. Metanoia mencakup
lebih banyak aspek daripada sekedar
penyesalan atas dosa (walaupun ini juga termasuk di dalamnya), juga lebih daripada sekedar
perubahan intelektual. Metanoia mencakup suatu perubahan
dari satu pribadi secara
utuh, dan di dalam penampilan kehidupannya. Arndt dan Gingrich mendefinisikan metanoia sebagai berikut: "Suatu perubahan pikiran, pertobatan, berbalik,
konversi… Sebagian besar berkenaan dengan
sisi positif dari petobatan, sebagai
permulaan dari kehidupan
religius dan moral yang baru. Maka metanoia bukan hanya berarti berbalik
dari perbuatan yang jahat, tetapi
juga berbalik kepada arah yang baru. Makna kata ini semakin mendalam
dengan kekristenan, dan di dalam Perjanjian Baru artinya lebih
daripada sekedar “bertobat”5 dan mengindikasikan suatu perubahan komplit
dari sikap, rohani, dan moral ke arah Allah.
Kata lain yang lazim dipakai dalam Perjanjian Baru untuk pertobatan adalah epistrepho. Bentuk kata benda dari kata kerja Ini, epistrophe, hanya dipakai sekali, di Kisah 15:3, “menceritakan tentang pertobatan orang-orang yang tidak mengenal Allah.” Pengertian dasar dari kata ini (epi, berarti "ke arah"; ditambah strepho, yang berarti "berputar atau berbalik") adalah "berputar kembali" atau "berbalik arah." Khususnya di dalam Perjanjian Baru kata ini dipakai untuk mendeskripsikan suatu tindakan berbalik dari dosa kepada Allah. Kita dapat menemukannya di dalam ungkapan seperti "berbalik kepada Allah" (epi ton theon, Kis 15: 19; pros ton theon, I Tes 1:9), dan "sekarang kamu telah kembali kepada Gembala dan Pemelihara jiwamu" (I Pet 2:25). Dengan demikian epistrepho mendeskripsikan suatu perubahan total di dalam perilaku, suatu pembalikan gaya hidup seseorang, suatu gerakan berputar kembali sepenuhnya.
B. Konsep Pertobatan Menurut
Tuhan Yesus
Sangat menarik sekali untuk diperhatikan
bahwa di dalam Perjanjian Baru Tuhan
Yesus sangat menekankan akan pertobatan bagi setiap manusia, misalnya Matius 4:2 "Bertobatlah sebab Kerajaan Surga sudah dekat "
dan di dalam Wahyu
3.19 "Barang siapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab Itu relakanlah hatimu dan
bertobatlah." Kedua bagian tersebut menjelaskan tentang panggilan
untuk bertobat. Berkaitan dengan hal
di atas maka William D. Chamberlain, di dalam
studinya yang sangat bagus berjudul The
Meaning of Repentance, mengatakan "Fakta
penting bagi tujuan kita adalah bahwa pesan pertama dan terakhir yang digoreskan di Perjanjian Baru adalah
pertobatan. Ini merupakan pesan yang paling
universal dalam Perjanjian Baru, bahkan lebih universal daripada hal Kebangkitan. Adalah
sangat bernilai untuk
melihat di dalam terang fakta ini bahwa
kepercayaan kebangkitan inilah yang memungkinkan penyampaian khotbah Pertobatan memberikan tujuan
bagi khotbah Kristen.”
Di
dalam Matius 4: 1 7, Tuhan Yesus memberikan pesan utama di dalam Khotbah
di Bukit dengan
menekankan bahwa untuk dapat memasuki
kerajaan sorga orang harus bertobat dari perbuatan dosa
mereka, mengubah cara berpikir mereka seutuhnya dan berupaya mengikuti
perintah Yesus. Setelah
kebangkitan-Nya, ketika Yesus
muncul di hadapan murid-murid-Nya, Dia membuka pikiran mereka, "Ada tertulis demikian: Mesias
harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga,
dan lagi: dalam
nama-Nya berita tentang
pertobatan dan
_pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa,
mulai dari Yerusalem" (Luk 24 46-47). Maka
mengkhotbahkan pertobatan merupakan tujuan dari
penderitaan dan kebangkitan Yesus.
Pertobatan yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus ialah suatu perubahan total
dari perilaku atau suatu gerakan
berputar kembali sepenuhnya. Hal ini berarti
suatu tindakan berbalik
dari jalan-jalan yang fasik (Kis 3 :26) atau berbalik
dari kesalahan-kesalahan (Yak
5:20). Akan tetapi, berbalik di sini mendeskripsikan suatu tindakan berbalik kepada Allah (Luk l : 16; Kis 9:35;
11:21; 2Kor 3: 16), berbalik dari pikiran-pikiran jahat kepada pikiran-pikiran orang-orang benar. Dengan kata lain, berbalik dari hal-hal
yang sia-sia dan kembali kepada Allah, dari
berhala-berhala dan kembali
melayani Allah yang hidup, atau dari gelap kembali ke terang.
Pertobatan ini adalah pertobatan yang memimpin kepada hidup, juga suatu pertobatan yang membawa keselamatan, dan
pertobatan yang memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran
di dalam Kristus.
Pertobatan tersebut memandang jauh ke depan di dalam
pengharapan kepada Kristus. Kata pertobatan yang Tuhan Yesus pakai merupakan gabungan
kata benda dari meta dan
nous yang memiliki
makna jauh lebih kaya, di mana meta, berarti
dengan, setelah, atau melampaui, dalam hal ini kata meta
menunjukkan perubahan dalam apa yang mengikutinya. Sedangkan
nous berarti pikiran,
sikap, cara pikir, sikap dasar, karakter,
atau kesadaran moral. Maka secara harafiah, metanoia
berarti perubahan pikiran atau hati. Metanoia mencakup lebih banyak aspek daripada sekedar
penyesalan atas dosa (walaupun ini juga termasuk di dalamnya), juga
lebih dari sekedar perubahan
intelektual. Maksudnya ialah Tuhan Yesus tidak hanya menginginkan pertobatan hanya
sebatas penyesalan dosa, tetapi pertobatan yang dikehendaki Tuhan Yesus ialah mencakup perubahan dari satu
pribadi secara utuh dan di dalam penampilan kehidupannya.
Konsep pertobatan Tuhan Yesus berarti pembuatan manusia baru, yaitu pembahan pada rancangan hidup, keseluruhan pola hidup diubah, tujuan hidup berbeda. Sebagai ilustrasi yang Iebih dramatis untuk makna pertobatan selain transformasi luar biasa yang mengubah Saulus yang membenci Yesus menjadi seorang manusia baru di dalam Kristus. Contoh dari Paulus ini merupakan contoh terhebat di sepanjang sejarah kekristenan yang menunjukkan pertobatan yang benar. Peftobatan inilah yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus. Artinya, pertobatan yang benar ini dilahirkan dari dukacita llahi, dan kemudian natnpak dalatîi suatu kehidupan yang mcnyembah Allah Perubahan ini berakar pada karya kelahiran kembali, dan dinyatakan dałam suatu kehidupan yang sadar oleh orang berdosa karena pckerjaan Roh Kudus; suatu perubahan cara berpikir dan berpendapat, penłbahan pada keinginan dan perbuatan, yang mencakup Juga pengakuan bahwa arah yang sebelumnya diambil dałam hidupnya adalah suatu arah yang salah dan kemudian ia mengubah selunłh perjalanan hidupnya.9 Tuhan Yesus menghendaki orang yang bertobat menyadari segala ketidakacuhannya serta kesalahannya, kemauan dan kegagalannya. Pertobatannya mencakup iman dan penyesalan akan dosa, perubahan dari kebodohan dan kekeliruan
C. Aspek-Aspek Pertobatan
Pertobatan dapat didefinisikan sebagai tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seorang yang telah diregenerasikan
untuk berbalik dari dosa kepada Allah di dalam
suatu perubahan kehidupan sepenuhnya, yang dinyatakan di dalam bentuk suatu cara berpikir, merasa dan
berkehendak yang baru. Yesus menyatakan dengan
jelas bahwa pertobatan sejati melibatkan komitmen total dan tidak kurang
daripada ini: "Barang siapa
mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku, dan barang siapa mengasihi
anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barang siapa tidak memikul salibnya
dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.
Barang siapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barang
siapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan
memperolehnya” (Mat 10:37-39). "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku (Mat 16:24). "Demikian pulalah tiap-tiap orang di
antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala
miliknya tidak dapat
menjadi murid-Ku” (Luk 14:33). Ayat-ayat
di atas, menunjukkan bahwa Yesus menghendaki
pertobatan yang sejati yaitu matinya manusia lama dan terbitnya
manusia yang bam. Matinya manusia
lama mendeskripsikan
penyesalan yang sungguh-sungguh atas dosa, semakin membenci dosa, dan menjauhkan diri dari dosa.
Calvin, mendeskripsikan pertobatan sebagai "mematikan
daging dan menghidupkan roh.”10 Dengan kata lain, tuntutan Tuhan Yesus bagi semua orang adalah bertobat di
mana pertobatan ini menandai suatu permulaan
yang sadar, bukan saja membuang manusia lama, meninggalkan dosa, tetapi juga mengenakan manusia baru dan
berjuang untuk hidup yang suci, hidup yang menyenangkan-Nya. Pertobatan menurut
Tuhan Yesus dapat dibagi dalam tiga aspek:
1.
Aspek Intelektual. Pertobatan sejati
melibatkan, pertama-tama, pengenalan akan kekudusan
dan keagungan Allah Ada suatu perubahan pandangan, menyadari akan dosa yang
termasuk juga kesalahan yang dilakukan secara
pribadi, kecemaran, dan ketidakberdayaan. Hal ini di dalam Alkitab
disebutkan sebagai epignoszs
hamartias (menyadari dosa). Jika hal ini tidak disertai dengan aspek berikutnya maka hanya akan menjadi satu
rasa takut pada hukuman, tetapi
sama sekali tidak membenci dosa itu
sendiri.
2.
Aspek emosional. Harus terdapat suatu dukacita yang dirasakan di dalam hati
atas dosa itu sendiri, bukan hanya akibat dosa Inilah yang dimaksudkan
oleh Paulus dengan "dukacita
menurut kehendak Allah" Dukacita ini tidak identik dengan pertobatan tetapi "menghasilkan pertobatan yang
membawa kepada keselamatan" (2
Kor 7: 10). Bentuk dukacita dari Allah ini dikontraskan dengan "dukacita duniawi" yaitu penyesalan dan
kesedihan atas konsekuensi dosa
yang membawa kepada kematian. Akar dari dukacita sejati sudah pasti berasal dari kasih kepada Allah dan
penyesalannya karena telah melakukan hal yang tidak diperkenankan-Nya. Maka dukacita terdalam
atas dosa dirasakan di kaki salib. Tetapi selain
adanya penyesalan atas dosa kita, juga harus
terdapat sukacita; sukacita terhadap pengampunan Allah sukacita di dalam melakukan kehendak Allah, dan di
dalam persekutuan dengan sesama (Yoh 8:1l).
3.
Aspek Volisional. Selain adanya
suatu sikap berbalik dari dosa dan mencari pengampunan
yang terjadi di dalam batin kita, juga harus ada pembahan dalam tujuan dan motivasi kita, Kita harus kembali
kepada Allah dengan
sikap ketaatan penuh syukur, menghasilkan buah-buah
pertobatan.
Pelayanan : Dosen S1 Teologi STTIAA
0 Komentar